Pelajaran :
Ilmu Hukum
Kelomok :
1 (Satu)
Kelas / Sem :
Siyasah Jinayah B (SJ B) / 2
Nama NIM
RACHMAD
RAHARDJO C33212067
RIA
NURIS SAMAWATI C53212074
MUHAMMAD
SELAMET H. C73212078
PENDAPAT PARA SARJANA
Sebagai manusia kita diberi kemuliaan berupa Akal dari
Allah dibanding makhluk lainnya. Allah
memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui mana sisi buruk dan mana sisi
baik, dimana setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari
kendali dan kontrol dari akal yang sehat. Manusia
sebagai “insan kamil” (manusia sempurna ), dalam arti berbeda dengan
makhluk Allah lain yang tidak mempunyai akal, diperintahkan Allah untuk
bertaffakur dan menghayati Firman-Nya, dan Allah memerintahkan umatnya untuk
menggunakan akal mereka dengan berpikir bagaimana upaya membangun bumi dan
memperbaikinya demi tercapainya tujuan manusia sebagai khalifah di muka bumi
ini. Dalam al quran surat Ali Imran ayat 190
yang artinya : "Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan selisih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”.
Demi tercapainya suatu tujuan
tersebut manusia di anjurkan untuk berijtihad.
الإجتهاد :برل الجهدلنبل
الحكم الشرعي
Ijtihad: Mengerahkan daya upaya
untuk melahirkan hukum syariah.
Banyak yang mendefinisikan tentang
hukum baik secara bahasa maupun para ahli hukum yang mendefinisikan.
Hukum menurut bahasa
diantaranya adalah:
1.
Hukum yang kita kenal berasal
dari bahasa Arab ‘hukmu’ (mufrad) – ‘ahkam’ (jama’) dari kata
kerja ‘hakama-yahkumu-hukm’ yang berarti al-qadha` bi al-’adl,
yakni memutuskan perkara dengan adil. Orang yang menetapkan hukum disebut
al-hakim, dan bentuk jamaknya adalah al-hukkam.
2.
Recht berasal dari kata rectum
(latin) yang berarti bimbingan, tuntutan, atau pemerintahan. Di samping itu
dikenal juga terma ‘rex’ yaitu orang yang memberi bimbingan atau arahan. Rex
juga bisa dimaknai Raja. Istilah recht yang bermakna bimbingan atau perintah
selalu meniscayakan adanya kewibawaan, dan kewibawaan berkaitan dengan
ketaatan. Artinya sebuah perintah atau arahan cenderung akan ditaati ketika
memiliki kewibawaan. Dalam bahasa Belanda derivasi dari terma recht memiliki
makna keadilan, artinya hukum juga memiliki kaitan dengan keadilan. Dengan
demikian Recht diartikan sebagai arahan atau perintah yang memiliki unsur
kewibawaan dan keadilan.
3.
Terma Ius berasal dari bahasa
Latin ‘Iubere’ yang berarti mengatur atau memerintah. Mengatur dan
memerintah berpangkal pada kewibawaan. Di sisi lain Ius berkaitan erat dengan ‘Iustitia’
atau keadilan. Dalam legenda Yunani Iustitia adalah dewi keadilan yang
dilambangkan dengan seorang wanita yang tertutup matanya, tangan kiri memegang
neraca dan tangan kanan memegang pedang. Makna dari lambang tersebut adalah:
- Kedua mata tertutup, dalam mencari keadilan tidak boleh membedakan antara si kaya dan si miskin, pejabat atau bukan pejabat, dan lain sebagainya.
- Neraca melambangkan keadilan.
- Pedang melambangkan keadilan yang mengejar kejahatan dengan suatu hukum yang tegas.
4.
Lex berasal dari bahasa Latin
‘lesere’ yang berarti mengumpulkan orang-orang untuk diberi perintah. Terma ini
memuat adanya unsur otoritas atau wibawa. Berdasarkan uraian di atas, maka
hukum akan memuat unsur-unsur keadilan, kewibawaan, ketaatan, peraturan yang
berujung pada keteraturan dan kedamaian.
Mendefinisikan hukum dengan definisi
yang dapat mewakili hukum yang sebenarnya dalam satu definisi adalah sangat
sulit. Karena hukum merasuk dalam setiap lini kehidupan masyatarakat, memiliki
banyak bentuk (multifaces), dan sangat kompleks. Para Yurispunden pun
menawarkan definisi dengan berbagai perspektif yang sangat dipengaruhi oleh
latar belakang masing-masing Yurispunden.[1] Diantaranya
adalah sebagai berikut:
- Menurut Plato Hukum didefinisikan sebagai tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh dengan ketidakadilan. Sedangkan bagi socrates, sesuai dengan hakikat manusia, maka hukum didefinisikan sebagai tatanan kebajikan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan bagi umum. Menurutnya Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat ( kontra filsuf Ionia ), nukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonisme diri ( kontra kaum sofis ). Hukum sejatinya adalah tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum.[2]
- Prof. Dr. van Kan. (Yuris dari Belanda)
Menurutnya hukum
adalah "keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat".
- Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn. (Yuris dari Belanda)
Ia membedakan
pengertian hukum berdasarkan 2 sudut pandang:
-
Hukum menurut
kalangan terpelajar adalah rentetan pasal demi pasal yang termuat dalam aturan
atau perundang-uandangan.
-
Hukum menurut
orang awam (the man in the street) ketika mendengar istilah hukum, maka ia akan
teringat akan polisi, jaksa, pengadilan, hakim, dan aparat penegak hukum lainnya.
- Prof. Paul Scholten.
Sarjana hukum asal
Belanda ini memandang hukum berdasarkan kepentingan individual (perorangan) dan
sosial (masyarakat). Dia tidak memberikan tawaran definisi tunggal
mengenai hukum, namun ia memberikan batasan bahwa, "Recht is bevel, Recht
is verlof, Recht is belofte, Recht is depositie".
- Dr. E. Utrecht, SH.
Utrecht memberikan
tawaran definisi hukum sekedar untuk pegangan dan memudahkan pemahaman bagi
penjelajah hukum dan bukan sebagai definisi baku. "Hukum adalah
himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu
masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu."
- S. M. Amin, SH.
"Kumpulan
peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk
mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia,
sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara."
- J. C. T. Simorangkir.
"Peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan-peraturan tadi bereakibatkan diambilnya tindakan, yaitu
dengan hukuman tertentu."
- Pengertian hukum menurut Austin adalah peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berkuasa atasnya.Hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi, atau dari yang memegang kedaulatan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup. Ajaran Austin sama sekali tidak menyangkut kebaikan-kebaikan atau keburukan-keburukan hukum, oleh karena penilaian tersebut dianggapnya sebagai suatu persoalan berbeda di luar hukum.[3]
- Van Kan memberikan definisi hukum sebagai keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.[4]
- Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum secara luas seharusnya dipahami tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah, yang mengatur kehidupan dalam masyarakat melainkan meliputi lembaga-lembaga (Institution) dan proses-proses (Processe) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.[5]
Sebenarnya teori tentang definisi atau pengertian
hukum dikemukakan oleh banyak sekali pakar yang terbagi oleh berbagai zaman
diantaranya Teori Hukum zaman klasik, Teori Hukum Zaman Pertengahan, Teori
Hukum Zaman Yunani kuno, dan masih banyak lagi. Yang
tidak mungkin saya paparkan satu per satu dan hanya saya ambil beberapa contoh.
Meskipun hukum didefinisikan berbeda namun kita bisa menarik garis
kesimpulan bersumber dari kesamaan berbagai macam teori yang telah dikemukakan
oleh berbagai sumber salah satunya yaitu hukum adalah sarana pembentuk dan
pencegah dari ketidakberaturan menuju keteraturan atau ketertiban kehidupan
masyarakat. Meskipun demikian hukum yang diterapkan oleh satu negara dengan
negara yang lain kadangkala tidak sama karena penentuan pengaturan suatu hal
mengenai yang dilarang dan diperbolehkan sangat dipengaruhi oleh politik hukum
sebuah negara.
Pengantar Ilmu Hukum, hlm 26-38. C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, hlm. 35-38.
[3] Otje Salman, Filsafat
Hukum : Perkembangan dan Dinamika Masalah, Cetakan Pertama, ( Bandung : PT Refika
Aditama / 2009 ), hlm. 66
[4] Elsi Kartika Sari dan
Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi, Edisi Kedua, ( Grasindo:
Jakarta ) hlm.3
[5] I Made Arya Utama, Hukum
Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan, Cetakan Pertama,
( Pustaka Sutra : Bandung/2007 ), hlm.127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar