Kita telisik arti dari akal (al-aql)
dulu, Akal yang dalam bahasa Yunani disebut nous atau logos
atau intelek (intellect) dalam bahasa Inggris adalah daya berpikir yang
terdapat dalam otak. Daya berpikir yang ada pada otak di kepala disebut akal.
Sedangkan yang ada pada hati (jantung) di dada disebut rasa (dzauq).
Karena itu ada dua sumber pengetahuan, yaitu
pengetahuan akal (ma'rifat aqliyah) dan pengetahuan hati (ma'rifat
qalbiyah). Kalau para filsuf mengunggulkan pengetahuan akal, para sufi
lebih mengunggulkan pengetahuan hati (rasa).
Jiwa(al-nafs) adalah sumber akhlak tercela. al-Farabi, Ibn Sina
dan al-Ghazali membagi jiwa pada:
1. Jiwa nabati (tumbuh-tumbuhan)
adalah kesempurnaan awal bagi benda alami yang organis dari segi makan,
tumbuh dan melahirkan.
2. Jiwa hayawan (hewani), disamping
memiliki daya makan untuk tumbuh dan melahirkan, juga memiliki daya untuk
mengetahui hal-hal yang kecil dan daya merasa.
Menurut para filsuf dan sufi, yang merupakan hakikat atau pribadi manusia
berfikir (al-nafs-al-nathiqah atau al-nafs-al-insaniyah).
Sehingga dengan hakikat, ia dapat
mengetahui hal-hal yang umum dan yang khusus, Dzatnya dan
Penciptaannya. Karena pada diri manusia tidak hanya memiliki jiwa insani
(berpikir), tetapi juga jiwa nabati dan hewani, maka jira (nafs) manusia mejadi
pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat yang tercela pada manusia. Itulah
sebabnya jiwa manusia mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.
Apabila jiwa menyerah dan patuh pada kemauan syahwat dan memperturutkan ajakan
syaithan, yang memang pada jiwa itu sendiri ada sifat kebinatangan, maka
ia disebut jiwa yang menyuruh berbuat jahat. Firman Allah QS. Yusuf ayat 53:
Artinya: Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.
Tetapi apabila jiwa dapat terhindar dari semua sifat-sifat yang tercela, maka
ia berubah jadi jiwa yang tenang (al-nafs al-muthmainnah). Dalam hal ini Allah menegaskan dalam QS. Al-Fajr ayat
27-30.
Artinya: 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke
dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku.
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu jiwa yang telah menjadi tumpukan
sifat-sifat yang tercela, jiwa yang telah melakukan perlawanan pada sifat-sifat
tercela, dan jiwa yang telah mencapai tingkat kesucian, ketenangan dan
ketentraman, yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah
dijamin Allah langsung masuk surga.
Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen. Allah sampaikandalam
QS.
Artinya: 7. dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), 8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
Maksud ayat diatas adalah dalam
jiwa terdapat potensi buruk dan baik, karena itu jiwa terletak pada perjuangan
baik dan buruk.
Secara singkat dari penjabaran diatas: Allah SWT sebelum menciptakan manusia,
telah terlebih dahulu menciptakan aqal dan nafsu/jiwa,
tertera dalam kitab durratun nasihin karangan syeh ustman bin hasan as
syakir, dalam hadist qudsi di sebutkan, Saat Allah SWT menciptakan Aqal, Allah
SWT mengajukan pertanyaan pada Aqal, Yaa ayyuhal aqli, man anta wa man ana.
Wahai Aqal, siapakah kamu dan siapakah Aku? Ketika menerima pertanyaan , “Siapa
kamu dan siapa Aku?” aqal menjawab “Ana A’bdun wa anta Rabbun.” saya
hambaMu Dan Engkau Tuhanku..
Di sisi lain, saat Allah SWT menciptakan Nafsu, dan di ajukan pertanyaan
yang sama, nafsu menjawab, Ana ana wa anta anta, Aku ya aku, dan kamu ya
kamu, lantas Allah SWT memasukkan ke neraka panas selama 1000 tahun, setelah
itu nafsu di tanya lagi, namun tetap gak kapok juga dengan menjawab hal yang
sama, lantas di masukkan ke neraka dingin selama 1000 tahun, setelah itu di
tanya lagi, tetap juga sama jawabannya, lalu di masukkan ke neraka lapar selama
1000 tahun, lalu di angkat dan di tanya lagi, baru menjawab Ana abdun wa
Anta Robbun. Dalam QS. Shaad ayat 26:
26. … dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang
berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Ayat yang lain dalam QS. Al-Hasyr ayat 19, yang berbunyi:
19. dan janganlah kamu seperti
orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada
mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Kekuatan dan kelemahan yang ada pada diri sendiri adalah penting, supaya
kita dapat melatih dan meletakkan diri sesuai pada tempat dan peranannya.
Setiap manusia mempunyai tiga akekuatan dan kelemahan dalam diri yang perlu
kenali satu persatu. Di antara Kekuatan Dan Kelemahan Itu Ialah Akal, Jiwa Dan
Perasaan. Ketika akal sebagai kekuatan terpenting dari jiwa manusia, akal
adalah bagian jiwa manusia yang merupakan kekuatan untuk menemukan kebenaran
dan kesalahan. Dengan akal, manusia dapat mengarahkan seluruh aktivitas jasmani
dan kejiwaannya, sehingga manusia mampu memperolah kehidupan yang lebih
sejahtera.
Kelebihan Orang Kuat Jiwa: Orang yg jiwanya kuat ialah orang yang tahan
lasak. Lebih-lebih kagi jika beriman dan terpimpin, menghasilkan sifat berani,
yakin pada diri sendiri, pemurah, tabah, tahan uji, tidak berputus asa dan
lain-lain.
Kelemahan Orang kuat jiwa: Sebaliknya orang yang jiwanya kuat,
tapi lemah iman dan tanpa pimpinan, akan melahirkan sifat burul, seperti gopoh,
boros(membazir), zalim (suka menindas), pemarah, sombong, pendendam, ujub, ego
dan lain-lain.
Ketika
dihubungkan akal sebagai pena sementara jiwa sebagai lembaran. Manusia sudahlah
menjadi penulis sejak adanya dia dilahirkan dalam kehidupan didunia ini. Maka
pada dasarnya menulis itu sangatlah diperlukan dan menulis punya banyak manfaat
bahkan ada sebuah kata-kata yang pantas dijadikan sebagai motivasi: Kalau
kamu bukan anak raja atau ulama’ besar maka jadilah penulis agar kamu jadi
terkenal. Imam Ghozalipun berkata: Dengan menulis aku akan hidup
1000 tahun lagi.
“AKAL DAN JIWA .. DUA PERKARA BERBEDA .. NAMUN SEIRING
SEKATA .. DALAM MENJALANI KEHIDUPAN SEDIA ADA .. GUNAKANLAH SEBAIK-BAIKNYA ..
KARENA IA BOLEH MENJADIKAN KITA SUKA MAUPUN DUKA”
“AKAL DAN BELAJAR ITU SEPERTI RAGA DAN JIWA. TANPA
RAGA, JIWA HANYALAH UDARA HAMPA. TANPA JIWA, RAGA
ADALAH KERANGKA TANPA MAKNA”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar