BAB
I
PEMBAHASAN
A. Qishash
1. Pengertian Qishas
Qishash sendiri menurut etimologi yakni memotong atau mengikut. Sedangkan menurut terminologi
qishash berarti hukuman balasan yang seimbang atau yang sama,
setara dengan perbuatan kejahatan yang dilakukan bagi para pelaku sengaja dan
pelaku peaniyayaan secara fisik dengan sengaja. Hukuman yang sama dengan
perbuatan kejahatan yang dilakukan adalah, jika seseorang melakukan pembunuhan
dengan sengaja maka pelakunya harus dihukum bunuh, jika seseorang melakukan
peaniayaan secara fisik dengan sengaja kepada orang lain maka pelakunya harus
dikenai hukuman yang sama dengan bentuk kejahatan yang dilakukanya.[1]
2.
Macam-Macam Qishash
Qishash ada 2 macam :
a.
Qishash jiwa,
yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
b.
Qishash anggota
badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota
badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.
3. Syarat-Syarat
Qishash
a.
Pembunuh sudah
baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib bagi anak kecil atau orang gila,
sebab mereka belum dan tidak berdosa.
b.
Pembunuh bukan
bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qisas bapak yang membunuh anaknya. Tetapi
wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
c.
Orang yang
dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempua
dengan perempuan, dan budak dengan budak.
d.
Qishash
dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota,
seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
e.
Qishash itu
dilakukan dengan jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang
melukai itu.
f.
Orang yang
terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina
mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah
boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir
setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR.
Turmudzi dan Nasaâi’)
g.
Pembunuhan olah
massa / kelompok orang. Sekelompok orang yang membunuh seorang harus di qisas,
dibunuh semua.
4. Klasifikasi Hukum Qishash
Maka secara umum,
pembagian tindak pidana qishash berdasarkan pendapat para ulama dibagi menjadi
beberapa bagian yakni sebagai berikut :
a. Pembunuhan sengaja
Pembunuhan sengaja
adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain. Tindakan ini biasanya dilakukan dengan niat dari si
pelaku untuk menghabisi nyawa seseorang, sehingga bisa saja pelaku menggunakan
alat berupa benda tajam, dan alat alat yang mematikan lainnya.[2]
Dalam bahasan ini,
maka jelas berlaku hukum qishash pada pelaku sebagaimana yang dia lakukan
terhadap korbannya. Namun dalam pelaksanaan nya, ulama mazhab berbeda pendapat
apakah boleh untuk tindak pidana ini hukum qishash dilakukan oleh wali atau
ahli waris korban atau tidak.
Disamping itu pihak
keluarga juga berhak untuk mema’afkan pelaku dengan berdasarkan pada ayat
diatas. Sehingga pelaku tidak dikenai hukum qishash atau diyat. Namun ia tetap
harus menerima hukum ta’zir dan kafarat.
b. Pembunuhan serupa sengaja
Pembunuhan serupa
sengaja maksudnya ialah tindak kekerasan atau yang berkaitan dengan fisik orang
lain yang menyebabkan kematiannya padahal tidak ada niat pelaku untuk
membunuhnya.
Dalam hal ini, maka
pelaku tidak dihukum qishash sebagaimana pembunuhan sengaja, namun pelaku wajib
membayar diat mukhaffafah yang diangsur selama tiga tahun.
c. Pembunuhan tersalah
Pembunuhan tersalah
adalah sebuah tindak pidana yang dilakukan seseorang dengan tiada maksud dan
usaha untuk membunuh namun perbuatannya itu menyebabkan hilangnya nyawa orang
lain. Hal ini biasa dikenal dengan istilah salah sasaran.
Dalam perkara ini
pelaku meskipun salah sasaran tetap dikenai hukuman membebaskan seorang budak wanita
yang adil.
d. Penganiayaan sengaja
Penganiayaan sengaja
adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang menyebabkan orang lain terluka.
Dalam hal ini pelaku memang memiliki niat untuk melukai orang tersebut namun
tidak sampai menyebabkan orang itu mati.
Dalam tindak pidana
penganiayaan sengaja ini, maka pelaku akan dikenai hukum qishash sesiau dengan
apa yang dia lakukan pada korbannya.
e. Penganiayaan tidak sengaja
Penganiayaan tidak
sengaja adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan orang
lain terluka. Namun dalam hal ini pelaku tidak memiliki niat untuk melukai
orang lain, namun disebabkan hal-hal
yang tidak terduga, maka menyebabkan orang lain terluka.
B. Ta’zir
1.
Pengertian Ta’zir
Ta’zir secara etimologis berarti menolak atau mencegah. Sedangkan ta’zir
secara terminologi adalah bentuk hukuman yang tidak disebutkan ketentuan kadar
hukumnya oleh syara’ dan penentuan hukumnya menjadi kekuasaan hakim.[3]
2. Macam-macam Ta’zir
Ta’zir ada 2 macam:
a. Jarimah
ta’zir yang menjadi wewenang ulil amri yang merupakan jarimah demi kepentingan kemaslahatan.
b. Jarimah
ta’zir yang ditentukan syara’, yaitu yang telah dianggap jarimah.
3.
Klasifikasi Hukuman Ta’zir
a. Hukuman
Mati
Pada dasarnya menurut syariat islam hukuman ta’zir
adalah untuk member pengajaran dan tidak sampai membinasaka, akan tetapi
kabanyakan fuqaha membuat suatu pengecualian dari aturan umum tersebut, Ini
hanya boleh dilakukan apabila memang
kepentingan umum menghendaki demikian, atau kalau pemberantasan pembuat tidak
bisa terlaksana kecuali dengan jalan membunuhnya seperti mata-mata, pembuat
fitnah. Oleh karena hukuman mati, sebagai hukuuman ta’zir merupakan suatu
pengecualian, maka hukuman tersebut tidak boleh diperluas.
b. Hukuman
Penjara
Ada dua macam hukuman
dalam syariat islam, yaitu hukuman terbatas dan hukuman tidak terbatas
(terbatas dan tidak terbatas disini adalah dari segi waktu)
1) Hukuman kawalan terbatas
Batas terendah bagi
hukuman ini adalah satu hari, sedangkan batas setinggi-tingginya tidak menjadi
kesepakatan. Ulama- ulama syafi’iyah menetapkan batas tertingginya satu tahun.
Sedangkan fuqaha-fuqaha lainnya menyerahkan batas tertingginya kepada penguasa
Negara.
2) Hukuman kawalan tidak terbatas
Sudah disepakati bahwa
hukuman kawalan ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat
berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik pribadinya. Orang
yang dikenakan hukuman ini ialah penjahat yang berbahaya atau orang-orang yang
berulang-ulang melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya, atau oaring-orang yang
tidak tegas dijatuhi hukuman-hukuman biasa, yang biasa melakukan jarimah
pembunuhan, penganiayaan atau pencurian.
c. Hukuman
Jilid
Hukuman jilid merupakan hukuman yang pokok dalm
syariat islam, dimana untuk jarimah-jarimah hudud sudah tertentu jumlahnya
misalnya seratus kali untuk zina, setentu jumlahnyadang untuk jarimah-jarimah
ta’zir tidak tertentu jumlah, ini diserahkan kepada penguasa.
d. Hukuman
Pengasingan
Dalam hukuman pengasingan ini ulama berbeda
pendapat, menurut imam syafii dan imam ahmad tidak lebih dari satu tahun, agar
tidak melebihi masa pengasingan yang telah ditetapkan sebagai hukuman had,
yaitu satu tahun juga. Dan menurut fuqaha lain membolehkan pengasingan lebih
dari satu tahun dan tidak memberikan batasan waktu tertentu.
Hukuman denda
ditetapka juga oleh syariat islam, antara lain mengenai pencurian buah yang
masih tergantung di denda dengan dua lipat harga buah tersebut. Dalam masalah denda ini ulama
berbeda pendapat, ada yang tidak memperbolehkan karna hukuman denda mula-mula
ditetapkan pada masa rasulullah Saw kemudian di batalkan. Selain itu menurut
mereka hukuman tersebut bukan cara yang baik untuk memberantas jarimah,
bagi fuqaha-fuqaha yang memperbolehkan
dijatuhkannya hukumman denda sebagai hukuman umum memberikan ikatan-ikatan tertentu. Yaitu agar harta benda pembuat
dikuasai, sedangkan pembuat sendiri ditahan (dipenjarakan) sehingga dirinya
baik. Kalau sudah baik maka harta tersebut di kembalikan padanya, dan apabila
tidak menjadi baik maka harta tersebut digunakan dalam kebaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Zainal, Eldin.
Hukum Pidana Islam. Bandung: Cita
Pustaka
Mustofa Hasan & Beni Ahmad Saebani. Hukum Pidana Islam (Fiqh
Jinayah): Dilengkapi dengan Kajian Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka
Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar