Label

Minggu, 02 November 2014

Tindak Pidana Mata-mata/Spionase dalam KUHPM



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pertahanan keamanan negara republik Indonesia merupakan upaya untuk mewujudkan suatu pertahanan keamanan negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni untuk melindungi seluruh bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia.
Alinea ke empat pembukan Undang-Undang Dasar 1945, dengan jelas menyebutkan: “Kemudian dari pada itu untuk membentuk. Suatu Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekanan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”[1] Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka tidak dapat dipungkiri, bahwa aspek pertahanan dan keamanan negara merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka menjamin kelangsungan hidup negara. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap ancaman baik yang datangnya dari luar negeri maupun dalam negeri, maka suatu Negara khususunaya Indonesia tidak dapat mempertahankan eksistensi sebagai suatu Negara ataupun mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai suatu bangsa.

Banyak hambatan dan kendala dalam mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam pembukuan UUD 1945 tersebut. Ancaman dan gangguan dapat saja terjadi baik dari luar negeri untuk menggoyahkan dan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, maupun gangguan-gangguan dan ancaman dari dalam negeri sendiri. Kesemua ancaman dan gangguan ini tidak lain untuk menggoyahkan pertahanan dan keamanan negara baik di bidang politik (ketidak stabilan dalam pemerintahan), di bidang ekonomi (inflasi harga-harga yang tidak terjangkau oleh rakyat, kemiskinan dimana-mana), dibidang sosial (dikalangan masyarakat sering terjadi benturan dan kerusuhan), dibidang industri (produksi tidak berjalan sebagai mana mestinya, harga-harga produk industri berkualitas rendah, harga yang tinggi) dan sebagainya.
Banyak perbuatan yang dapat dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk kepentingan dirinya sendiri, golongannya atau negaranya, perbuatan-perbuatan itu dapat dilakukan dari masyarakat sipil maupun dari golongan masyarakat non sipil (militer) yang bertujuan untuk melemahkan pertahanan keamanan suatu negara dalam arti luas. Salah satu kejahatan tersebut adalah: kejahatan mata-mata /kejahatan spionase/ kejahatan intelijen.
Kejahatan intelijen ini dapat dilakukan oleh orang sipil atau militer. Kejahatan spionase, intelijen yang dilakukan oleh anggota militer diatur didalam Kitab Undang-Undang Pidana Militer (KUHPM). Buku II Tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Pasal 67 KUHPM.
Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba untuk membuat makalah dengan judul: “Tindak Pidana Mata-mata dalam KUHPM”

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Perbuatan apa yang dapat dikatakan kejahatan militer dibidang mata-mata/spionase?
2.      Apakah sasaran (objek) mata-mata/spionase?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dan mengkaji suatu perbuatan merupakan kejahatan mata-mata/spionase.
2.      Untuk mengetahui dan mengkaji sasaran atau objek kejahatan mata-mata/spionase.

BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian Tindak Pidana Militer
Arti kata tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “strafbaar feit”, dalam Bahasa Inggris Criminal Act, dalam Bahasa Latin Actus Reus. Didalam menterjemahkan kata Strafbaar Feit terdapat beraneka macam istilah yang dipergunakan oleh beberapa sarjana dan didalam berbagai perundang-undangan.
Prof. Moeljatno, Guru Besar Universitas Gajah Mada dalam pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada, Tanggal 19 Desember 1995 dengan judul “perbuatan pidana dan pertanggungjawaban dalam hukum pidana”, mengatakan “tidak terdapatnya istilah yang sama didalam menterjemahkan Strafbaar Feit di Indonesia”. Untuk Strafbaar Feit ini ada 4 istilah yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia, yakni :[2]
1.   Peristiwa pidana (Pasal 14 ayat (1) UUDS 1950).
2.   Perbuatan pidana atau perbuataan yang dapat/boleh dihukum Undang-Undang No. 1 Tahun 1951. Tentang Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan Dan Acara Pengadilan Sipil.
3.   Tindak pidana (Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota Konstituante dan DPR)
4.   Pelanggaran pidana dalam bukunya Mr. Tirtaamidjaja: Pokok-Pokok Hukum Pidana 1955.
Prof. Moeljatno mempergunakan istilah “perbuatan pidana”, dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a.   Perkataan peristiwa, tidak menunjukkan bahwa yang menimbulkan adalah handeling atau gedraging seseorang, mungkin juga hewan atau kekuatan alam.
b.   Perkataan tindak, berarti langkah dan baru dalam bentuk tindak tanduk atau tingkah laku.
c. Perkataan perbuatan sudah lazim dipergunakan dalam percakapan sehari-hari, seperti: perbuatan tindak senonoh, perbuatan jahat dan sebagainya, juga istilah teknis seperti perbuataan melawan hukum. Perkataan tindak pidana kiranya lebih populer dipergunakan juga lebih praktis dari pada istilah-istilah lainnya. Istilah tindak yang acapkali diucapkan atau dituliskan itu hanyalah untuk praktisnya saja, seharusnya ditulis dengan tindakan pidana, akan tetapi sudah berarti dilakukan oleh seseorang serta menunjukkan terhadap sipelaku maupun akibatnya. Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mempergunakan istilah tindak pidana.
Ada beberapa batasan mengenai tindak pidana yang dikemukakan para sarjana antara lain:
a.   Vos. Mengatakan tindak pidana adalah “suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan undang-undang diberi pidana, jadi kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam dengan pidana”[3]
b.   Pompe mengatakan tindak pidana adalah “sesuatu pelanggaran kaedah (pelanggaran tata hukum) yang diadakan karena kesalahan pelanggar, yang harus diberikan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan penyelamatan kesejahteraan”[4]
d.   Moeljatno mengatakan tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”[5]
e. R. Tresna mengatakan tindak pidana adalah “suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau aturan undang-undang lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan hukum”.[6]
Jadi setiap perbuatan seseorang yang melanggar, tidak mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan dalam undang-undang pidana disebut dengan tindak pidana.
Dari batasan-batasan tentang tindak pidana itu kiranya dapat ditarik kesimpulan, bahwa untuk terwujudnya suatu tindak pidana atau agar seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana, haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Harus ada perbuatan manusia. Jadi perbuatan manusia yang dapat mewujudkan tindak pidana. Dengan demikian pelaku atau subjek tindak pidana itu adalah manusia, terlihat dari perkataan “barangsiapa”, seorang ibu”, “seorang dokter”, “seorang nahkoda” dan lain sebagainya. Juga dari ancaman pidana dalam Pasal 10 KUHPidana tentang macam-macam pidana, seperti adanya pidana mati, pidana penjara dan sebagainya itu hanya ditujukan kepada manusia.
Sedangkan diluar KUHPidana subjek tindak pidana itu tidak hanya manusia juga suatu korporasi (kejahatan yang dilakukan korporasi, seperti dalam Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan sebagainya).
b.      Perbuatan itu haruslah sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan undang-undang. Maksudnya adalah kalau seseorang itu dituduh atau disangka melakukan suatu tindak pidana tertentu, misalnya melanggar ketentuan Pasal 362 KUHPidana, maka unsur-unsur pasal tersebut haruslah seluruhnya terpenuhi. Salah satu unsurnya tidak terpenuhi maka perbuatan tersebut bukanlah melanggar Pasal 362 KUHPidana (tentang pencurian).
Setelah dikemukakan pengertian tindak pidana dan unsur-unsur tindak pidana, maka akan penulis kemukakan juga pengertian tindak pidana militer.
Tindak pidana militer, adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh anggota militer yang melanggar ketentuan buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Ada beberapa macam kejahatan militer yang diatur dalam buku II KUHPM tersebut, seperti: Bab I Kejahatan terhadap keamanan negara, yang terdiri dari Pasal 64 sampai dengan Pasal 72 KUHPM. Didalamnya disebutkan tentang tindak pidana militer berupa mata-mata atau spionase.
Adanya ketentuan-ketentuan khusus di dalam KUHPM merupakan penambahan dari aturan-aturan yang terdapat dalam KUHPidana. Alasan-alasan penambahan tersebut antara lain:
a.   Adanya perbuatan-perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh militer, contoh: desersi (Pasal 87 KUHPM), menolak perintah dinas (Pasal 78 KUHPM).
c. Adanya beberapa perbuatan yang bersifat berat, sehingga apabila dilakukan militer didalam keadaan tertentu, ancaman pidana dalam KUHPidana dirasakan relatif ringan.
Hubungan KUHPM dengan KUHP. KUHPM dimaksudkan sebagai tambahan dari KUHPidana. KUHPM berlaku khusus untuk anggota tentara/militer dan orang-orang lainnya yang tunduk kepada kekuasaan kehakiman dalam peradilan militer. Jadi orang-orang ini selain tunduk kepada KUHPM juga masih juga tunduk kepada KUHPidana selama tidak ada ketentuan-ketentuan lainnya yang mengecualikannya.

B.  Pengertian Mata-mata/Spionase
 “Spionase (bahasa Belanda) bermakna:”[7] memata-matai mencari keterangan dengan sengaja secara diam-diam untuk kepentingan musuh; secara luas mata-mata dibidang ekonomi berarti menyelidiki untuk mengetahui rahasia produksi” Spionase dapat dilakukan dibidang pertahanan keamanan Negara (militer), dibidang ekonomi, dibidang industri, dibidang politik, sosial dan budaya. Artinya cakupan kegiatan spionase (mata-mata ini sangat luas).
Mata-mata/Spionase sering juga disebut “Intelijen” adalah orang yang bertugas mencari keterangan (mengamat-amati) seseorang dirahasiakan”[8] Jadi intelijen (spionase) adalah mencari dan menemukan keterangan-keterangan yang bersifat rahasia yang menyangkut segala aspek dalam negara.
“Secara harfiah atau dalam arti sempit pengertian intelijen itu berasal dari kata intelijensia, intelektual atau daya nalar manusia, yaitu manusia secara kodrati dengan intelijensia, intelektual atau daya nalarnya selalu akan berusaha memecahkan masalah hidup dan kehidupannya.”[9]
Dalam artian yang lebih luas pengertian intelijen ini pada dasarnya mencakup pengertian tentang organisasi intelijen, pengertian tentang kegiatan intelijen dan pengertian tentang produk intelijen.
Kegiatan intelijen secara fungsional ini mencangkup kegiatan penyelidikan (lid), kegiatan pengamanan (pam) dan kegiatan penggalangan (gal). Kegiatan penyelidikan, pengamanan ini perlu diorganisir dan dikoordinir secara baik dalam suatu siklus kegiatan intelijen, yang outputnya adalah produk intelijen.
1.      Penyelidikan
Kalau secara yuridis pengertian penyelidikan di atur dalam Pasal 1ayat (1) KUHAP “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga menentukan dapat atau tidaknya tindakan dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur menurut undang-undang ini”[10] Maka penyelidikan ialah serangkai upaya, kegiatan, pekerjaan, dan tindakan yang dilaksanakan secara berencana, bertahap dan berkelanjutan untuk mencari, menggali, mengumpulkan, mencatat, mengolah dan menganalisis data atau baket menjadi informasi siap pakai sebagai produk intelijen.
Bahwa pengertian tentang kegiatan penyelidikan itu tidak hanya sekedar kegiatan mengumpulkan data (pul data) atau bahan keterangan (baket) saja, namun meliputi pula kegiatan mencari, menggali dan mencatat atau merekam data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai sumber, baik sumber terbuka maupun sumber tertutup melalui kegiatan terbuka dan kegiatan tertutup secara cermat dan teliti.
Dimana data atau bahan keterangan (baket) tersebut dicari, digali, dikumpulkan dan direkam serta ditabulasi (digolongkan yang sejenis dalam suatu baket), maka tidak akan berharga sama sekali, apabila tidak diambil tafsiran-tafsiran, diolah dan dianalisis secara cepat dan tepat pada waktunya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan intelijen.
2.      Tafsiran Dan Petunjuk
Data atau bahan keterangan (baket) yang biasanya diperoleh untuk membuat tafsiran-tafsiran yang bermanfaat dalam penyelidikan tersebut, sebenarnya adalah merupakan petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalamnya.
Apabila petunjuk-petunjuk ini disatukan, maka ia dapat memberikan suatu gambaran yang kita kehendaki ini jauh dari pada jelas. Dalam kehidupan sehari-hari melalui pemberitaan dari berbagai media massa tersebut data atau baket itu dapat dilihat dan dibaca, yang menjadi permasalahannya sekarang ini adalah terletak pada kemampuan untuk menangkap, menterjemahkan, menafsirkan dan menganalisis data atau baket itu, sehingga menjadi informasi. Oleh sebab itu makin banyak data dan baket yang diperoleh atau dikumpulkan dan makin banyak pula sumber-sumbernya yang berpencaran, maka akan lebih teliti pulalah tafsiran-tafsiran yang dapat diambil darinya.
Mengingat sangat terbatasnya petunjuk-petunjuk yang mungkin diperoleh dari keterangan-keterangan setempat, maka harus berhati-hati sekali dalam membuat tafsiran-tafsiran mengenai maksud-maksud lawan atau musuh tersebut.
Alasan inilah yang menyebabkan, bahwa di kesatuan kerja rendahan hendaklah jangan mencoba membuat tafsiran-tafsiran yang terlalu tinggi karena hal itu akan berdasarkan dugaan-dugaan semata dari keterangan-keterangan yang seringkali menyesatkan.
Hal ini hanya dapat diselenggarakan dengan tepat oleh kesatuan kerja dan dilaksanakan oleh petugas-petugas Intelijen yustisial yang profesional.
3.      Analisis
Tugas badan pengumpul atau bapul data atau baket, hanyalah sekedar mencari, menggali, mengumpulkan dan mencatat data atau baket tersebut sebanyak dan selengkap mungkin, baik dari sumber terbuka maupun dari sumber tertutup, melalui kegiatan terbuka dan kegiatan tertutup.
Sedangkan tugas penafsiran dan pengolahan baket atau analisi intelijen tersebut adalah tugas dari perwira intelijen, karena dalam penafsiran dan pengolahan baket atau analisis intelijen tersebut memerlukan ketejaman visi dan persepsi.
Dalam melakukan analisis ini sebaiknya menggunakan analisis kausal, yaitu analisis sebab dan akibat beserta feedbacknya dan analisis lainnya yang relevan dengan tugas intelijen.
4.      Produk Intelijen
Produk intelijen adalah hasil dari pelaksanaan kegiatan penyelidikan dalam bentuk berbagai laporan yang berisikan informasi siap pakai yang di dalamnya mengandung estimasi atau perkiraan keadaan. Untuk di pergunakan pada proses penyelidikan.


5.      Estimasi
Estimasi atau perkiraan keadaan adalah gambaran keadaan yang diperkirakan akan terjadi ataupun berisikan kecenderungan keadaan. Produk akhir dari setiap kegiatan Intelijen akan tertuang dalam bentuk berbagai laporan dan dalam laporan ini akan berisikan sejumlah informasi yang mengandung estimasi atau perkiraan keadaan.
Suatu pekerjaan yang sangat sulit untuk membuat suatu estimasi atau perkiraan keadaan tersebut, karena estimasi itu pada dasarnya mengadung unsur ramalan yang akan datang.

C. Tindak Pidana Militer Mata-mata/Spionase
Tindak pidana militer dibidang mata-mata/spionase diatur dalam Pasal 67 KUHPM.
Pasal 67 KUHPM sebagai berikut:
1) Diancam karena pemata-mataan (verspieding/spionnase) dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara sementara maksimum dua puluh tahun:
1.      (Diubah dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1947). Barang siapa dengan sengaja untuk keperluan musuh, berusaha mendapatkan keterangan mengenai kepentingan perang di sebuah perahu atau pesawat udara dari Angkatan Perang, didalam garis-garis pos depan, disuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki atau dalam suatu bangunan Angkatan Darat.
2.      Barang siapa yang dalam waktu perang, dengan sembunyi-sembunyi, dengan pernyataan palsu, dengan jalan penyamaran, atau melalui jalan lain selain dari pada jalan-jalan yang biasa, berusaha memasuki salah satu tempat yang disebut pada nomor 1, dengan cara itu ia terdapat ditempat tersebut, atau dengan salah satu sarana tersebut berusaha pergi dari tempat itu.
3.      Barang siapa yang dalam waktu perang dengan sengaja mengadakan pencatatan atau pembaganan atau penulisan mengenai sesuatu hal tentang kepentingan militer.
Pengertian mata-mata adalah orang yang dengan alasan palsu menyamar atau dengan tipu daya/muslihat mencari atau mencoba mencari berita atau keterangan di dalam daerah atau wilayah perang suatu pihak yang berperang dengan maksud untuk memberikan keterangan/berita itu kepada lawan atau musuh.
Tidak dapat dikatakan mata-mata bagi anggota militer, orang biasa yang bertugas menyampaikan berita atau menjalankan tugas secara menyampaikan berita atau menjalankan tugas secara terang-terangan seperti kurir atau penyelidik militer yang menggunakan kapal udara atau penghubung militer antar daerah.
Terhadap mata-mata yang tertangkap basah tidak boleh diperlakukan dengan tidak manusiawi, sebelum ada keputusan dari hakim. Terhadap mata-mata yang telah ditangkap, kemudian mata-mata tersebut dapat meloloskan diri dan kembali kepada induk pasukannya, apabila mata-mata itu tertangkap kembali terhadapnya tidak dapat dituntut lagi tentang kejahatan yang telah dilakukan dahulu, dan harus diperlakukan sebagai tawanan perang. Orang yang bukan militer selalu dapat dituntut tentang perbuatannya sebagai mata-mata terhadap perbuatan yang dahulu pernah dilakukan.
Ketentuan pasal ini menyebutkan “barang siapa” yang artinya berlaku bagi setiap orang sipil musuh atau militer musuh yang tertangkap melakukan perbuatan mata-mata. Didalam KUHPM tidak menyatakan dengan tegas bahwa mereka merupakan justisiable peradilan militer. Bahkan terhadap militer yang berpakaian seragam yang masuk ke daerah Indonesia dan melakukan tindakan mata-mata, apabila tertangkap tidak dapat diajukan ke pengadilan umum atau pengadilan militer, akan tetapi harus diperlakukan sebagai tawanan perang.[11]
Dari rumusan Pasal 67 KUHPM tersebut terlihat, bahwa bahwa mata-mata atau spionase adalah orang (siapa saja) yang “dengan alasan-alasan palsu, menyamar, atau dengan tipu daya muslihat mencari atau mencoba mencari berita, keterangan”. Informasi di dalam suatu daerah, atau wilayah perang suatu pihak yang berperang dengan maksud untuk memberitahu informasi keterangan atau berita itu kepada pihak lawan atau musuh. Perbuatan tersebut sangat merugikan kepentingan pertahanan dan keamanan negara, menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, merugikan kepentingan negara Indonesia.
Seseorang baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana spionase bilamana memenuhi semua unsur-unsur dalam Pasal 67 ayat (1) ke-1, ayat (1) ke-2, ayat (1) ke-3 KUHPM.
Berdasarkan hal-hal tersebut adalah kewajiban seluruh komponen bangsa mengambil tindakan pencegahan dan penanggulangan kejahatan spionase tersebut, demi keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, demi pertahanan dan keamanan negara dalam arti luas (politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan).













BAB III
PEMBAHASAN

A.    Perbuatan yang dapat Dikategorikan Sebagai Kejahatan Militer Dibidang Mata-mata atau Spionase
Kejahatan merupakan perbuatan yang di benci oleh masyarakat, akan tetapi kejahatan dilakukan oleh anggota masyarakat, sesuatu hal yang sangat paradok. Namun ada kejahatan-kejahatan yang disebut rechts delict dan ada pula yang disebut wets delict.
Rechts delict adalah “apabila perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum yang ada dalam kesadaran hukum dari rakyat, terlepas dari pada hal apakah asas-asas tersebut tercantum atau tidak dalam undang-undang pidana”[12] oleh karena itu maka termasuk asas-asas hukum, yang menjadi asas-asas hukum positif, juga asas-asas hukum yang tidak tercantum secara tegas dalam undang-undang pidana.
Dengan perkataan lain, bahwa delik hukum, merupakan suatu perbuatan yang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam kesadaran hukum masyarakat, terlepas apakah perbuatan tersebut dicantumkan atau tidak dalam undang-undang pidana. Sebagai contoh: pembunuhan, pencurian, perkosaan adalah perbuatan jahat, yang dibenci, terlepas dari dicantumkan atau tidak dalam undang-undang pidana. Dimana pun dunia ini, perbuatan tersebut adalah perbuatan jahat, perbuatan anti social Rechts delict tersebut dapat pula disebut dengan nama lainnya: “mala in se” perbuatan tanpa dirumuskan dalam undang-undang pidana sudah merupakan kejahatan. disamping itu dikenal pula apa yang disebut dengan “mala in prohibita”, artinya suatu perbuatan manusia yang diklasifikasikan sebagai kejahatan, apabila telah dirumuskan dalam undang-undang pidana.
Wets delict adalah “perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan dalam undang-undang pidana, terlepas dari pada hal apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak bertentangan kesadaran hukum masyarakat”[13]
Ini berarti undang-undang pidana melarang perbuatan tersebut, demi ketertiban umum dan tidak karena perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum masyarakat.
Pasal 67 KUHPM terdiri dari dua ayat, yakni ayat (1) terdiri dari 2 butir dan ayat (2). Ada baiknya dikemukakan bunyi Pasal 67 ayat (1) sub 1, 2 dan 3 KUHPM dan Pasal 67 ayat (2) KUHPM.
Pasal 67 KUHPM menyebutkan:
1) Diancam karena pemata-mata (verspieding/spionase) dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara maksimum dua puluh tahun:
1.      (Diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1947).
2.      Barang siapa dengan sengaja untuk kepentingan musuh, berusaha mendapatkan keterangan mengenai kepentingan perang di sebuah perahu atau pesawat udara dari Angkatan Perang, di dalam garis-garis pos depan, di suatu tempat atau yang diperkuat atau diduduki, atau di dalam suatu bangunan Angkatan Perang;
3.      Barang siapa yang dalam jangka waktu perang, dengan sembunyi-sembunyi dengan pernyataan palsu, dengan jalan penyamaran atau melalui jalan lain selain dari pada jalan yang biasa, berusaha memasuki salah satu tempat yang disebutkan pada nomor ke-1, dengan cara itu ia terdapat ditempat tersebut, atau dengan salah satu cara atau salah satu sarana tersebut berusaha pergi dari tempat itu;
4.      Barang siapa yang dalam waktu perang dengan sengaja mengadakan pencatatan atau pembagian atau penulisan,mengenai sesuatu hal tentang kepentingan militer.
2) Ketentuan-ketentuan tersebut nomor ke-2 dan ayat 3 ayat pertama tidak dapat diterapkan, bilamana menurut pendapat hakim, bahwa petindak melakukannya untuk kepentingan musuh.
Dengan demikian bahwa suatu perbuatan dikategorikan sebagai kejahatan militer di bidang spionase, bilamana memenuhi unsur-unsur Pasal 67 ayat (1), sub. 1. 2. 3 dan ayat (2) KUHPM
Unsur-unsur Pasal 67 ayat (1) ke 1 KUHPM:
1.      Barang siapa, menunjukkan pada sipelaku. Pelakunya siapa saja, yaitu anggota militer atau orang sipil.
2.      Sengaja; artinya mengetahui, menginsafi perbuatan dan akibat perbuatannya.
3.      Untuk kepentingan musuh, ini artinya kepentingan lawan (berperang).
4.      Berusaha mendapatkan keterangan perang di sebuah pelaku, pesawat angkatan perang, artinya untuk mendapatkan informasi untuk kepentingan (keperaturan) perang pada pelaku (kapal perang), aparat angkatan perang.
5.      Didalam garis-garis pos depan, disuatu tempat atau yang diperkuat atau diduduki atau suatu hangar angkatan perang. Artinya batas-batas pos (tempat kedudukan, tugas) yang diperkuat diduduki atau hangar (tempat pesawat terbang).
6.      Ancaman pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Unsur–unsur Pasal 67 ayat (1) ke 2 KUHPM
1.      Barang siapa, artinya pelakunya (anggota militer atau sipil)
2.      Dalam waktu perang
3.      Dengan sembunyi-sembunyi; artinya: tidak diperlihatkan, dirahasiakan
4.      Dengan jalan penyamaran atau melalui jalan-jalan selain jalan yang biasa. Artinya tidak nyata kelihatan, tidak terang terangan
5.      Berusaha memasuki salah satu tempat pada butir ke 1 dengan cara itu terdapat ditempat tersebut atau dengan salah satu cara atau salah satu sarana tersebut berusaha pergi dari aparat tempat itu.
Unsur-unsur Pasal 67 ayat (1) ke 3
2.      Barang siapa
3.      Adanya kesengajaan
4.      Dalam waktu perang
5.      Melakukan pencatatan atau pembagauan (gambar denah) atau penulisan
6.      Mengenai kepentingan militer
Bahwa ketentuan pada angka nomor 2 dan 3 tersebut pada ayat (1) Pasal 67 KUHPM tidak berlaku bilamana menurut pendapat hukum, bahwa pelaku tersebut tidak untuk kepentingan musuh (lawan).
Perbuatan tersebut merupakan suatu kejahatan karena menghianati rahasia keamanan dan pertahanan negara kepada pihak musuh, merencanakan, mempersiapkan dan mengutamakan intervensi dari luar negeri, merencanakan, mempersiapkan, dan melakukan sabotase-sabotase. Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Pasal 67 ayat (1). sub 1. 2. dan 3 dan Pasal 67 ayat (2) KUHPM, sangat-sangat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, serta dapat membahayakan kehidupan rakyat. Oleh karena itu pula diperlukan pemberian pidana yang sedemikian rupa (pidana yang berat) terhadap para penjahat perang atau mereka yang turut serta melakukan kejahatan-kejahatan tersebut, demi keutuhan, keamanan dan perbuatan Negara Republik Indonesia. Serta dapat disimpulkan bahwa tujuannya antara lain untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari setiap bentuk ancaman baik yang datangnya dari luar negeri maupun ancaman dari dalam negeri. Ketentuan tersebut merupakan salah satu aspek untuk pertahanan keamanan negara dari pihak musuh dan ketentuan Pasal 67 ayat (1) butir 1, 2 dan 3 KUHPM merupakan penangkal dalam mengatasi segala bentuk ancaman yang mengganggu ketahanan dan keamanan negara.[14]


B.     Sasaran (objek) terjadinya Kejahatan Militer Dibidang Mata-mata atau Spionase
Sepanjang ada ummat manusia di muka bumi ini sepanjang itu pula ada kejahatan; kejahatan itu abadi, sepanjang ada ummat manusia (crime as eternal, as eternal society) Semenjak Nabi Adam di turunkan ke bumi bersama istrinya (Siti Hawa), karena memakan buah terlarang (buah Qulbi) di dalam surga firdaus, maka turunan Nabi Adam yang pertama Khabil dan Qabil, telah berseteru satu sama lainnya, yang akhirnya Qabil sang adik mati ditangan kakaknya bernama Khabil. Inilah pertama kali kejahatan membasahi bumi ini. Sejak itu silih berganti kejahatan terjadi di muka bumi ini.
Tidak ada satu manusiapun yang mentolerir terjadinya kejahatan di dalam masyarakat, masyarakat anti terhadap kejahatan namun masyarakat tidak berdaya untuk menumpas kejahatan dari muka bumi, oleh karena kejahatan merupakan penyakit masyarakat yang akan muncul dan berkembang bilamana benih-benih tersebut mencapai kondisi-kondisi tertentu. Inilah manusia yang didalam hatinya ada nilai-nilai suci dan baik, namun disisi lain terkandung nilai-nilai yang buruk dan jahat. Bilamana didalam hati manusia dominan nilai-nilai yang baik, maka perilaku manusia akan melahirkan perilaku yang positif. Akan tetapi apabila yang dominan didalam hati manusia adalah nilai yang buruk, yang jahat (negatif), maka perilaku yang terpancar keluar adalah perbuatan yang buruk, yang negatif, yang merugikan pihak lain, masyarakat dan negara.
Kejahatan mata-mata/spionase/intelijen adalah suatu kejahatan yang ditujukan pada objek dan sasaran tertentu, demi kepentingan negara yang melakukan tindakan spionase (intelijen). Kejahatan Spionase, Intelijen dibidang politik umpamanya bertujuan agar pemerintahan suatu negara menjadi goyah dan tidak stabil, sehingga mengganggu stabilitas suatu negara, yang mengakibatkan program-program yang dicanangkan oleh suatu Pemerintah Negara tidak akan terlaksana. Hal ini melahirkan ketidak percayaan rakyat suatu Pemerintahan yang sedang berkuasa. ketidak percayaan ini menimbulkan reaksi-reaksi dari masyarakat yang di expresikan melalui unjuk rasa atau demonstrasi hal mana berakibat pertahanan dan keamanan negara menjadi goyah, lemah.
Kejahatan intelijen dibidang pertahanan keamanan Negara (dibidang militer), bagaimana caranya untuk mencari dan mencuri data kekuatan militer suatu negara, baik berupa alat-alat perlengkapan militer suatu negara, baik berupa alat-alat perlengkapan militer, jumlahnya, macam peralatan senjatannya, angkatan laut, angkatan udara, macam-macam jenis senjata berat dan ringan, jumlah kekuatan personil militer lokasi-lokasinya dan sebagainya.
Atau kemajuan teknologi dibidang militer dan pertahanan suatu negara, di cari dan di curi dengan berbagai cara untuk dipergunakan untuk kepentingan dan kemajuan peralatan militer bagi negara yang melakukan kejahatan intelijen di bidang militer dan pertahanan negaranya.[15]
Dengan mengetahui kekuatan peralatan militer dan jumlah kekuatan personel militer dari suatu negara, sedikit banyak akan dipergunakan untuk bagaimana caranya untuk melumpuhkan, menghancurkannya, demi kepentingan dan keunggulan negara yang melakukan kejahatan di bidang intelijen. Spionase dampak dari kejahatan spionase di bidang militer ini mengakibatkan pertahanan dan keamanaan negara diketahui oleh pihak Negara lain yang berakibat pada suatu saat tertentu dapat dihancurkan dan dilumpuhkan.









BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana Spionase, bilamana perbuatan seseorang tersebut memenuhi semua unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 67 KUHPM ayat (1). Sub, ke 1, ke 2, dan sub ke 3 dan ayat (2) KUHPM. Bilamana salah satu unsur dari Pasal 67 ayat (1) ke 1, ke 2, dan ke 3, dan ayat (2). Jika unsur-unsur dalam KUHPM tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut bukan tindak pidana atau kejahatan Spionase.
2.      Objek atau sasaran dari tindak pidana atau kejahatan Spionase, antara lain dapat dibidang politik, ekonomi, pertahanan keamanan negara, perindustrian, perdagangan kebudayaan yang tujuannya untuk keuntungan pihak yang melakukan kejahatan Spionase

B.     Saran
1.      Perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan Spionase oleh aparat penegak hukum dan koordinasi yang baik dari aparat penegak hukum serta berkesinambungan.
2.      Perlunya ditingkatkan kesejahteraan rakyat, dengan cara programprogram pembangunan yang pro rakyat banyak guna terwujudnya kemakmuran seluruh Rakyat Indonesia.
3.      Perlunya peningkatan pengawasan daerah-daerah yang berbatasan dengan pihak negara lain (tetangga), dengan memperhatikan fasilitas-fasilitas rakyat di pembahasan, sehingga rakyat Indonesia yang berada dengan perbatasan negara tetangga, merasa diperhatikan (tidak di anak tirikan). Dengan demikian rasa kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa indonesia sangat mengedepankan.



DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Dasar 1945
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer
Buchari Said. H. 2008. Sekilas Pandang Tentang Hukum Pidana Militer. Bandung: F.H. Unpas
_ _ _ _ _ _ 2008. Hukum Acara Pidana. Bandung: F.H. Unpas
Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit Karya Agung
N.E. ALGRA dan Kawan-Kawan. 1983. Kamus Istilah Hukum Fockema Andual. Bahasa Belanda-Indonesia. Penerbit Bina Citra
E.Utrecht. 1989. Pengantar Dalam Hukum Indonesia. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru
George Carpozi. 1970. Jr Red Spies In Washington. Jakarta: PT. Kirana
Moch. Faisal Salam. 2006. Hukum Pidana Militer di indonesia. Bandung: C.V. Mandar Maju
Moeljatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Penerbit Bineka Cipta
R. Tresna. 1959. Asas-asas Hukum Pidana. Bandung: PT. Tiara
Wahyu Wiriadinata. 2010. Intelijen Yustisial Teknik Penyidikan. Vilawa


[1] Amandemen UUD 1945 Perubahan Kesatu Sampai Dengan Keempat Dalam Sati Naskah.
Penerbit Media Pressindo Yogyakarta 2004 hlm. 4
[2] Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Penerbit Bineka Cipta 2000, hlm 54,55
[3] E.Utrecht Pengantar Dalam Hukum Indonesia .PT. Ikhtiar Baru Jakarta 1989, hlm 253
[4] Ibid. hlm 257
[5] Moeljatno. Op-cit. Penerbit, Bineka Cipta. 2000, hlm 54.
[6] R. Tresna. Asas-asas Hukum Pidana. PT. Tiara Bandung, 1959, hlm 27.
[7] N.E. ALGRA dan Kawan-Kawan. Kamus Istilah Hukum Fockema Andual. Bahasa Belanda-
Indonesia. Penerbit Bina Citra 1983. hlm 527
[8] Budiono. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit Karya Agung Surabaya. 2005. hlm 204
[9] Wahyu Wiriadinata. Intelijen Yustisial Teknik Penyidikan. Vilawa 2010. hlm 3
[10] Buchari Said H. Hukum Acara Pidana F. Unpas 2008. hlm 30
[11] Moch. Faisal Salam. Hukum Pidana Militer di indonesia.C.V. Mandar Maju Bandung 2006.
hlm : 192.
[12] E. Utrecht. Op-cit. hlm 86
[13] Ibid, hlm 86
[14] Buchari Said. H. Sekilas Pandang Tentang Hukum Pidana Militer. F. H. Unpas Bandung. 2008.
hlm 22
[15] George Carpozi. Jr Red Spies In Washington. PT. Kirana Jakarta 1970. hlm 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar