Label

Kamis, 31 Oktober 2013

TABRAKAN AQJ DALAM PANDANGAN UU No. 22 Thn. 2009 & UU No. 11 Thn. 2012



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.
Keberadaan anak yang ada di lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya. Dalam perkembangan kearah dewasa, anak belum stabil. Lingkungan juga mempengaruhi tumbuh kembangnya.
Proses dari restorative justice dapat dilakukan dengan cara mediasi antara pelaku dan korban, reparasi (pelaku membetulkan kembali segala hal yang dirusak), konferensi korban-pelaku (yang melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka dalam masyarakat), dan victim awareness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli akan dampak dari perbuatannya).

Rabu, 30 Oktober 2013

LEMBAGA AL-FUTYA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Futiya atau fatwa, ialah menjawab sesuatu pertanyaan yang tidak begitu jelas hukumnya yang berarti jawaban atas pertanyaan atau hasil ijtihad atau ketetapan hukum. Maksudnya ialah ketetapan atau keputusan hukum tentang suatu masalah atau peristiwa yang dinyatakan oleh seorang mujtahid sebagai hasil ijtihadnya.
Berijtihad tidak mungkin dilakukan oleh seluruh kaum muslimin.Pada masa dahulu mujtahid merupakan orang yang dianggap ahli dalam semua disiplin ilmu, sehingga semua masalah dan peristiwa ditanyakan hukumnya terhadap mereka, lalu peristiwa itu ditetapkan hukumnya. Diantara Siyasah Syar’iyah  yang harus diketahui adalah lembaga Al-futya
Maka di makalah ini kami akan membahas tentang “Lembaga Al-futya”

KEDUDUKAN HAK WARIS ATAS ANAK SYUBHAT BERDASARKAN KUHPerdata & KHI



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Anak Syubhat
Anak syubhat adalah anak yang lahir dari suatu hubungan badan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan atas dasar kekeliruan dan harus benar-benar terjadi karena kekeliruan, artinya bukan karena disengaja atau rekayasa. Seorang anak syubhat akan memiliki hubungan perdata dengan ayah kandungnya jika si laki-laki yang telah membenihkannya mengakui si anak. Kedudukan tentang anak syubhat sebenarnya masih dalam perdebatan karena beberapa ulama’ tetap mengatakan sebagai anak sah sebagaimana anak yang lahir dari perkawinan yang sah, sedangkan ulama’ yang lainnya menggolongkan anak syubhat sebagai anak luar kawin kecuali jira anak tersebut di akui oleh ayahnya.[1]
Anak syubhat dibagi menjadi dua golongan antara lain:
1.      Anak syubhat karena syubhat perbuatannya.
Anak syubhat ini lahir karena seorang laki-laki telah keliru menyetubuhi wanita yang sebenarnya bukanlah isterinya, misalnya dalam suatu rumah seorang suami salah masuk kedalam kamar yang dikira adalah kamar isterinya, ternyata adalah kamar adik iparnya dan adik iparnya menyangka bahwa laki-laki yang menyetubuhinya adalah suaminya sehingga terjadilah persetubuhan yang keliru. Jika perbuatan itu terjadi semata-mata memang karena kekeliruan dan tidak ada unsur kesengajaan, maka dari persetubuhan itu akan melahirkan anak, anak syubhat dalam kategori syubhat perbuatannya.

KETATANEGARAAN PADA MASA ABBASIYAH DAN TURKI UTSMANI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebelum Daulah Abbasiyah  lahir telah ada terlebih dahulu  Daulah Umayyah yang diprakarsai oleh Muawwiyah. Pada masa Umayyah pemerintahan yang demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun menurun). Ketika dinasti Umayyah melemah, kaum muslimin sibuk mencari figur-figur pemimpin yang mampu mengembalikan kaum muslimin ke jalan yang benar dan menciptakan keadilan diantara mereka.
Mereka berpendapat bahwa figur yang mampu berbuat demikian harus dari Bani Hasyim. Ditulis dan dikirimlah surat tersebut ke Abu Hasyim Abdullah bin Abu Thalib, salah seorang ulama terpercaya. Tidak lama kemudian kabar (surat) itu sampailah kepada Khilafah Bani Umayyah, Suliaman bin Abdul Malik, sehingga Abu Hasyim merasa terancam nyawanya. Dia lalu melarikan diri ke Hamimah, yang masuk ke wilayah Damaskus, disitulah sang paman, Ali As-sajjad bin Abdullah bin Abbas tinggal. Ketika akan meninggal, Abu Hasyim menyerahkan surat-surat yang diterimanya kepada Muhammad bin Abdullah bin Abbas dan berkata “Dirikanlah dinasti baru dan pewarisnya adalah anak-cucumu”.[1] Maka Muhammad bin Abdullah bin Abbas melaksanakan wasiat itu. Ia mengumpulkan orang-orang kepercayaannya untuk menyerukan kelemahan-kelemahan Dinasti Umayyah.

Selasa, 15 Oktober 2013

MACAM-MACAM PIDANA/HUKUMAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya, kehadiran hukum pidana di tengah masyarakat dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada individu maupun kelompok dalam masyarakat dalam melaksanakan aktifitas kesehariannya. Rasa aman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perasaan tenang, tanpa ada kekhawatiran akan ancaman ataupun perbuatan yang dapat merugikan antar individu dalam masyarakat. Kerugian sebagaimana dimaksud tidak hanya terkait kerugian sebagaimana yang kita pahami dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup  kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga  dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, jiwa dalam hal ini mencakup perasaan atau keadaan psikis.
Maka di makalah ini kami akan membahas “Macam-macam Pidana/Hukuman”. Sebagai salah satu cara untuk mengatur dan memperingatkan masyarakat bahwa setiap tindakan akan dimintai sebuah pertanggung jawaban.