Label

Kamis, 31 Oktober 2013

TABRAKAN AQJ DALAM PANDANGAN UU No. 22 Thn. 2009 & UU No. 11 Thn. 2012



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.
Keberadaan anak yang ada di lingkungan kita memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya. Dalam perkembangan kearah dewasa, anak belum stabil. Lingkungan juga mempengaruhi tumbuh kembangnya.
Proses dari restorative justice dapat dilakukan dengan cara mediasi antara pelaku dan korban, reparasi (pelaku membetulkan kembali segala hal yang dirusak), konferensi korban-pelaku (yang melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka dalam masyarakat), dan victim awareness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli akan dampak dari perbuatannya).
Dalam masyarakat, ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai masalah perlindungan anak dituangkan pada suatu bentuk aturan yang disebut dengan Hukum Perlindungan Anak. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Berdasarkan uraian di atas, saya tertarik untuk membuat makalah berjudul “Tabrakan AQJ dalam Pandangan UU No. 22 Thn. 2009 & UU No. 11 Thn. 2012”

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut saya tertarik mengambil rumusan masalah:
1.      Bagaimana Tabrakan AQJ dalam pandangan UU No. 22 Thn. 2009?
2.      Bagaimana Tabrakan AQJ dalam pandangan UU No. 11 Thn. 2012?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
  1. Untuk mendeskripsikan Tabrakan AQJ dalam pandangan UU No 22 Thn. 2009.
  2. Untuk mendeskripsikan Tabrakan AQJ dalam pandangan UU No 11 Thn. 2012.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyajian Data
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, kecelakaan lalu lintas terjadi di Jalan Tol Jagorawi, menjelang pintu keluar Pasar Rebo, Jakarta Timur, tepatnya di jalur Jakarta-Bogor, Km 8, Minggu (8/9/2013) sekitar pukul 00.45 WIB. terjadi antara mobil Mitsubishi Lancer bernomor polisi B 80 SAL dan Daihatsu Gran Max B 1349 TFN.
"Kronologinya mobil Lancer B 80 SAL datang dari arah selatan menuju utara. Karena tidak konsentrasi, mobil menabrak pagar pemisah sehingga masuk jalur berlawanan, nyebrang menghantam Daihatsu B 1349 TFN yang datang dari arah utara ke selatan dan terdorong mengenai Avanza B 1882 UZJ," tutur Rikwanto seperti dikutip Tribunnews.com.
Akibat kejadian tersebut, enam orang meninggal dunia, yakni Agus Komara, Agus Wahyudi, Rizki Aditya Santoso, Agus Surahman, Qomar, dan Nurmansyah.
Sementara sembilan orang lainnya mengalami luka-luka, yakni Wahyudi, Nugro B, Abdul Kodir, Zulhari, Boby, Pardomoan S, Pujo Widodo, Ahmad Abdul Qadir, dan Noval Samodra.[1]
Penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah memeriksa AQJ, anak musisi Ahmad Dhani, pada Senin petang, 21 Oktober 2013. Di dalam pemeriksaan tersebut, AQJ menjabarkan urutan dari saat dia mulai mengendarai mobil Mitsubishi Lancer hingga terjadi kecelakaan. Pada Sabtu, 7 September 2013 sekitar pukul 13.00 WIB, AQJ menelepon ayahnya, Ahmad Dhani. Dia menelepon untuk memberi tahu bahwa dia ingin pergi main ke tempat temannya di Pondok Indah. Namun, Ahmad Dhani tidak memberi jawaban. "Karena merasa sudah memberi tahu, diam-diam AQJ mengambil kunci mobil, kemudian pergi ke rumah temannya," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Mapolda, Selasa, 22 Oktober 2013.
AQJ mengatakan dia mengendarai mobil sendiri karena sopir yang biasanya menyopiri dia tidak masuk. Awalnya dia pergi menjemput Maharani Diva di Mal Pondok Indah. Kemudian dia menjemput Nouval di Ragunan. "Selanjutnya, dari sana, mereka menuju Pondok Labu untuk menjemput Fajrina Khairiza hingga pukul 17.30 WIB," kata Rikwanto.
Kemudian, mereka berempat menuju Grand Indonesia untuk makan hingga pukul 21.30 WIB. Setelah selesai makan, ke-4 nya merasa lelah dan ingin kembali pulang.
AQJ, menurut Rikwanto, mengatakan Maharani dijemput oleh keluarganya, sedangkan Fajrina menunggu taksi untuk pulang. "Setelah setengah jam tidak mendapat taksi, akhirnya Fajrina diantarkan AQJ ke tempat ibunya di Cibubur," kata Rikwanto.
Mereka bertiga: AQJ, Nouval, dan Fajrina, sampai di Cibubur sekitar pukul 24.00 WIB. "Lalu kembali ke Pondok Indah," kata Rikwanto.
Saat membayar tol di perjalanan pulang, AQJ merasa capek dan blank. Namun, AQJ tidak mengatakannya kepada Nouval. "Uang kembalian membayar tol tidak diambil oleh AQJ," kata Rikwanto.
Kemudian, AQJ merasa hilang kendali. AQJ menyetir, namun tidak berkonsentrasi. "Hingga Nouval menegurnya untuk mengatakan bahwa ada mobil di depan. Lalu AQJ banting setir ke kanan, menabrak pembatas jalan dan Gran Max," kata Rikwanto.[2]
Gambar Kerusaan Mobil setelah Kecelakaan

2.2 Analisis Kasus
  1. Tabrakan AQJ dalam Pandangan UU No. 22 Thn. 2009
Menurut Moeljatno dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, menerjemahkan istilah perbuatan pidana adalah:[3] “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Unsur-unsur tindak pidana, menurut Leden Marpaung dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus, membedakan 2 macam unsur yaitu:[4] Unsur subjektif; Unsur objektif. Selanjutnya Leden Marpaung menjelaskan beberapa unsur-unsur tindak pidana diantaranya adalah: Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada si pelaku tindak pidana dalam hal ini termasuk juga sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur-unsur Subjektif dari suatu tindak pidana adalah :
a.       Kesengajaan atau ketidak sangajaan (dolus atau culpa)
b.      Maksud pada suatu percobaan
c.       Macam-macam maksud seperti yang terdapat di dalam kejahatan–kejahatan Pembunuhan, Pencurian, Penipuan.
d.      Merencanakan terlebih dahulu, Pasal 340 KUHP.
Kemudian yang dimaksud dengan Unsur Objektif adalah unsur yang ada hubungan dengan keadaan tertentu di mana keadaan-keadaan tersebut sesuatu perbuatan telah dilakukan. Unsur-unsur Objektif dari suatu tindak pidana adalah :
a.       Sifat melawan hukum. Misalnya Pasal 338 KUHP.
b.      Kausalitas (sebab-akibat) dari pelaku.
c.       Kausalitas yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan akibat.
Kecelakaan lalu lintas menurut Pasal 1 ke 24 UU No. 22 th 2009 adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalin yakni :
1.      Kelalaian pengguna jalan, misalnya : menggunakan handphone ketika mengemudi, kondisi tubuh letih dan mengantuk, mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk,kurangnya pemahaman terhadap rambu-rambu lalu lintas dsb.
2.      Ketidaklayakan kendaraan, misalnya : kendaraan dengan modifikasi yang tidak standard, rem blong,kondisi ban yang sudah tidak layak pakai,batas muatan yang melebihi batas angkut kendaraan dsb.
3.      Ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan. : kondisi jalan yang berlubang, kurangnya pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan dsb.
Menurut jenisnya kecelakaan lalu lintas digolongkan atas beberapa penggolongan sebagaimana diatur dalam Pasal 229 UU No. 22 Thn. 2009 yakni :
1.      kecelakaan lalin ringan, yakni merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2.      kecelakaan lalin sedang, yakni kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. luka ringan dimaksud adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap dirumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat.
3.      kecelakaan lalin berat, yakni kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dan/atau luka berat. luka berat dimaksud adalah yang mengakibatkan korban :
·        jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut.
·        tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan.
·        kehilangan salah satu panca indera.
·        menderita cacat berat atau lumpuh.
·        terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih.
·        gugur atau matinya kandungan seseorang.
·        luka yang membutuhkan perawatan rumah sakit lebih dari tiga puluh hari.
Menurut UU No. 22 Thn. 2009 Pasal 310: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalin dengan :
1.      Kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam ) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000,00- (satu juta rupiah).
2.      Korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.2.000.000,00- (dua juta rupiah).
3.      Korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00- (sepuluh juta rupiah), dalam hal kecelakaan tersebut mengakibatkan orang lain meninggal dunia dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam ) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00- (dua belas juta rupiah).”
Menurut Pasal 360 KUHP:
(1)   Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(2)   Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Bagi pelaku tindak pidana lalu lintas dapat dijatuhi pidana berupa pidana penjara, kurungan, atau denda dan selain itu dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan Surat Izin Mengemudi atau ganti kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana lalu lintas.
Betapapun kealpaan merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan namun hendaknya anda selalu waspada ketika anda mengemudikan kendaraan anda dengan membatasi hal-hal yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalin,karena nyawa anda tidaklah sebanyak ketika anda bermain play station ataupun game racing lainnya. Ingat, keluarga ataupun orang-orang terdekat yang anda sayangi menunggu anda dirumah.
Apalagi anak-anak belum cukup umur dan tidak mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi). Dalam Pasal 77 UU No. 22 Thn. 2009 dijelaskan:
(1)  Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan.
(2)  Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) jenis:
a. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum.
(3)  Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
(4)  Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.
(5)  Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya diikuti oleh orang yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi untuk Kendaraan Bermotor perseorangan.
Fungsi Surat Izin Mengemudi berdasarkan Pasal 86:
(1) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi mengemudi.
(2) Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi Pengemudi Kendaraan Bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap Pengemudi.
(3) Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian.
Pemberian Tanda Pelanggaran pada Surat Izin Mengemudi Pasal 89 dijelaskan:
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang memberikan tanda atau data pelanggaran terhadap Surat Izin Mengemudi milik Pengemudi yang melakukan pelanggaran tindak pidana Lalu Lintas.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk menahan sementara atau mencabut Surat Izin Mengemudi sementara sebelum diputus oleh pengadilan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tanda atau data pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.


  1. Tabrakan AQJ dalam Pandangan UU No. 11 Thn. 2012
Soedarto mengatakan bahwa peradilan anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. [5]Undang-Undang Pengadilan Anak pada Pasal 40 menyatakan bahwa hukum acara yang berlaku dalam acara pengadilan anak ialah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Dengan demikian, hukum acara yang berlaku bagi anak adalah KUHAP dan Undang-undang Pengadilan Anak.
Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum,yaitu
1)            Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah.
2)            Juvenile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum. Undang-undang Pengadilan Anak menyatakan bahwa “Hukum acara yang berlaku diterapkan pula dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”, ini berarti hukum acara yang berlaku (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) diterapkan juga dalam acara pengadilan anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang anak tersebut.[6]
Menurut Pasal 5:www.hukumonline.com
(1)   Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.[7]
(2)   Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.       penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
b.      persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
c.       pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
(3)   Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.
Dalam Pasal 6 dijelaskan Diversi bertujuan:
a.       mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
b.      menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c.       menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d.      mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e.       menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Dalam Pasal 7 dijelaskan:
(1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.
(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Dalam Pasal 8 dijelaskan:
(1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
(3) Proses Diversi wajib memperhatikan:
a. kepentingan korban;
b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;www.hukumonline.com
c. penghindaran stigma negatif;
d. penghindaran pembalasan;
e. keharmonisan masyarakat; dan
f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Dalam Pasal 9 dijelaskan:
(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan:
a. kategori tindak pidana;
b. umur Anak;
c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
(2) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b. tindak pidana ringan;
c. tindak pidana tanpa korban; atau
d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.
Pasal 10 dijelaskan:
(1) Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.
(2) Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:
a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
b. rehabilitasi medis dan psikososial;
c. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
d. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
e. pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 11 dijelaskan:
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
d. pelayanan masyarakat.
Pasal 12 dijelaskan:
(1) Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan Diversi.
(2) Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
(4) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
(5) Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan atau Penuntut Umum menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam permasalahan AQJ alias Dul hukuman pidana adalah pilihan terakhir. Sebab, usia Dul yang masih anak-anak.[8] agar unsur keadilan restoratif bisa diterapkan dengan cara diversi, yaitu berupa penggantian kerugian dan biaya perawatan para korban. “Dalam UU Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 1997 disebutkan kalau pidana menjadi pilihan terakhir, diutamakan bisa diversi,” Proses diversi bakal menghindarkan Dul dari proses persidangan.
Proses pidana bagi anak-anak belum tentu bisa berdampak lebih baik. “Ada proses rehabilitasi yang dilakukan,” Rehabilitasi yang dimaksud meliputi pembinaan oleh psikolog dan tenaga sosial. “Prinsip keadilan restoratif ini berangkat dari anggapan kalau penjara justru tak membuat keadaan anak lebih baik. Proses pengusutan kasus Dul tetap menggunakan UU Nomor 3 tahun 1997. “Karena UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang perlindungan anak baru berlaku pada 2014 mendatang. Dul bisa saja dikenai pasal pidana mengingat umurnya termasuk dalam kelompok umur 12-18 tahun yang tidak luput sebagai objek hukum pidana. Soal jumlah korban tewas yang tergolong besar, bisa saja memberatkan jika keluarga korban tidak memaafkan, apabila keluarga korban memaafkan maka akan meringankan Dul.
Dul selain bertindak pidana, menghilangkan nyawa korban secara tidak sengaja, dia juga sudah melanggar peraturan perlalu-lintasan, dimana dia masih tergolong anak-anak mengingat umurnya Dul saat ini baru 13 tahun. dan pastinya belum mempunya SIM (Surat Izin Mengemudi

3.2 Saran
Agar tidak terjadi lebih banyak lagi kecelakaan lalu lintas yang pengemudinya adalah anak-anak. Maka sebagai orang tua haruslah menjaga anaknya dan memberikan pemahaman bahwa dalam mengemudi kendaraan bermotor berbeda dengan saat bermain playstation.
Dalam hal ini orang tua berperan besar selain sebagai pelindung anaknya, orang tua juga memberikan pengetahuan untuk anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
Moeljatno. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
Leden Marpaung. 1991. Hukum Pidana Bagian Khusus. Jakarta: Sinar Grafika.
Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu. 1993. Tinjauan Tentang Peradilan Anak Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafik
Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen and ClifffordE. Simmonsen, dalam Correction in America : An Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice System ) di Indonesia, UNICEF, Indonesia, 2003,
.




[3] Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Hlm. 54.
[4] Leden Marpaung, Hukum Pidana Bagian Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, Hlm. 9
[5] Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu , Tinjauan Tentang Peradilan Anak Di Indonesia, SinarGrafika, Jakarta, 1993, Hal. 14
[6] Purnianti, Mamik Sri Supatmi, dan Ni Made Martini Tinduk, mengutip Harry E. Allen and ClifffordE. Simmonsen, dalam Correction in America : An Introduction, Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak ( Juvenile Justice System ) di Indonesia, UNICEF, Indonesia, 2003, Hal.2
[7] Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
[8] Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar