Label

Kamis, 17 April 2014

PAND DAN HIPOTIK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dari sisi legalitas, adanya undang-undang yang mengatur hipotik dan pand yang  tentunya akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Contohnya, bagi pelaku industri perkapapalan dan bank sebagai lembaga pembiayaan, adanya suatu undang-undang yang mengatur hipotek atas kapal juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pembiayaan perbankan.
Umumnya, perjanjian kredit yang menempatkan bank sebagai kreditur dan perusahaan perkapalan sebagai debitur ini menambahkan perjanjian tambahan (assesor) dalam perjanjian pokoknya. Perjanjian kredit antara bank dan perusahaan perkapalan merupakan perjanjian pokok, sedangkan perjanjian tambahannya dapat berupa perjanjian hipotik atas kapal.
Salah satu bentuk upaya untuk meminimalkan risiko ini bisa dilakukan dengan membuat perjanjian tambahan seperti perjanjian hipotik atas kapal. Ini merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan, dimana jaminan ini biasa disebut dengan agunan atau kolateral.
Dalam sejarah hipotek, lembaga hipotek diberlakukan sebagai jaminan yang melekat pada seluruh benda tidak bergerak, tetapi dalam perkembangannya jaminan atas tanah sebagai salah satu benda tidak bergerak telah diatur dalam lembaga sendiri yaitu hak tanggungan. Benda tidak bergerak yang masih dapat dijadikan obyek hipotek antara lain adalah kapal laut dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3.

Saat ini di Indonesia hipotek kapal laut tunduk pada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, yaitu Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage 1993. Selain itu, pengaturan hipotek yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagian berlaku juga bagi hipotek kapal laut. Dalam KUHD, diatur bahwa kapal yang dibukukan dalam register kapal dapat diletakkan hipotek.
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui kridit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankkan dan lembaga non perbankkan.
Masalah jaminan utang berkaitan dengan gadai yang timbul dari sebuah perjanjian utang-piutang, yang mana barang jaminan tersebut merupakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati
sebelumnya diantara kreditur dan debitur.
Sebagai suatu bentuk jaminan yang diberikan atas benda bergerak yang mensyaratkan pengeluaran benda gadai dari tangan pemilik benda yang digadaikan tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun data yang kami buat dalam makalah ini adalah, sebagai berikut
1.        Apa yang dimaksud dengan gadai?
2.        Apa yang dimaksud dengan hipotik?

1.3  Batasan Masalah
Batasan Masalah ini adalah:
1.3.1        Mendeskripsikan mengenai pand.
1.3.2        Mendeskripsikan mengenai hipotik.
  
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Gadai
A.  Pengertian Gadai
Istilah lembaga hak jamin “gadai” ini merupakan terjemahan kata pand atau vuistpand (bahasa Belanda), pledge atau pawn (bahasa Inggris), pfand atau faustpfand (bahasa Jerman). Dalam hukum adat istilah gadai ini disebut cekelan.[1]
pand atau vuistpand (bahasa belanda) adalah: suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas hutangnya, dan yang memberikan  kewewenang  kepada kreditur untuk mendapat  pelunasan piutangnya dari barang tersebut dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai yang harus didahulukan. [2]
Perumusan pengertian gadai diberikan dalam Pasal 1150 KUHPerdata sebagai berikut: “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.
B.  Dasar Hukum Gadai
Hak jamin gadai diatur dalam Buku II KUHPerdata, yaitu dalam Dalam Bab Keduapuluh dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata. Pasal-pasal mana mengatur Pasal-pasal yang mengatur perihal pengertian, objek, tata cara menggadaikan, dan hal lainnya berkenaan dengan hak jaminan gadai.
Ketentuan-ketentuan tentang gadai dalam KUHPerdata, dengan sedikit perubahan antara lain melalui S. 1875-258, S. 1917-497, S. 1938-276, merupakan ketentuan yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. Kemajuan-kemajuan dalam masyarakat telah menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru, yang semula belum terpikirkan oleh pembentukan undang-undang. Malahan, ada ketentuan-ketentuan umum yang semula memang dimaksudkan untuk berlaku terhadap semua macam penjaminan gadai, tetapi dalam pelaksanaannya menghadapi kesulitan, karena pada waktu pembuatan undang-undang menciptakan ketentuan tentang gadai adakalanya hanya teringat kepada gadai yang berwujud saja.[3]
Sejak zaman Belanda hingga saat ini, Perum Pegadaian telah melaksanakan kegiatan usaha dengan memberikan kredit berdasarkan sistem hukum gadai. Perum pergadaian didirikan dan baeroperasi berdasarkan kepada:
1.     Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawaban Pegadaian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1970;
2.     Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum Pegawaian sebagaimana diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian
C.   Sifat-sifat Gadai
Sebagai hak kebendaan, pada gadai melekat pula sifat-sifat hak kebendaan, yaitu:
1.   barang-barang yang digadaikan tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang-barang yang digadaikan itu berada (droit de suite),
2.   bersifat mendahulu (droit de preference),
3.   hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUHPerdata), dan
4.   dapat beralih atau dipindahkan.
D.  Subjek dan Objek hukum gadai
1.    Subjek hukum gadai
Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUHPerdata, yang antara lain kata-katanya mengatakan gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, maka subjek hukum dalam gadai tersebut, yaitu pihak yang ikut serta dalam membuat/mengadakan suatu perjanjian gadai. Dalam perjanjian terdiri atas 2 (dua) pihak, yaitu:
a.    pihak yang memberikan jaminan gadai, dinamakan pemberi gadai (pandgever).
b.    pihak yang menerima jaminan gadai, dinamakan penerima gadai (pandnemer).
2.   Objek hukum gadai
Dari ketentuan dalam Pasal 1150 KUHPerdata dihubungkan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (1), Pasal 1152 bis, Pasal 1153 dan Pasal 1158 ayat (1) KUHPerdata, maka jelas pada dasarnya semua kebendaan bergerak menjadi objek hukum dalam gadai, yang dapat dibedakan atas:
a.    kebendaan bergerak yang berwujud atau bertubuh,
b.    kebendaan bergerak yang tidak terwujud atau bertubuh berupa piutang atau tagihan-tagihan dalam bentuk surat-surat berharga.
E.   Cara Mengadakan Gadai
Meletakkan gadai atas kebendaan yang bergerak pada umumnya dilakukan dengan cara membawa kebendaan yang hendak digadaikan tersebut dan selanjutnya menyerahkan kebendaan yang bergerak secara fisik kepada kreditor pemegang gadai untuk dijadikan sebagai jaminan utang. Sedangkan gadai atas kebendaan bergerak yang tidak berwujud pada dasarnya dilakukan dengan cara harus diberitahukan kepada orang yang berkewajiban melaksanakannya dan dia juga dapat menuntut supaya ada bukti yang tertulis dari pemberitahuan dan izinnya pemberi gadai.
F.   Cara Hapusnya Gadai
Berkenaan dengan sebab-sebab berakhir atau hapusnya jaminan gadai, KUHPerdata tidak mengatur secara khusus. Namun demikian berdasarkan pasal-pasal KUHPerdata yang mengatur mengenai lembaga hak jaminan gadai dapat diketahui hal yang menjadi dasar bagi hapus atau berakhirnya jaminan hak gadi tersebut, yaitu:
1.   hapusnya perjanjian pokok atau perjanjian pendahulu yang dijamin dengan gadai, yangg dikarenakan pelunasan utang, perjumpaan utang, pembaruan utang atau pembebassan utang,
2.   lepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang hak gadai, dikarenakan terlepasnya benda yang digadaikan dari penguasaan kreditor pemegang gadai, dilepaskannya benda gadai secara sukarela oleh pemegangnya, atau hapusnya benda yang digadaikan,
3.   terjadinya percampuran, di mana pemegang gadai sekaligus juga menjadi pemilik barang yang digadaikan, dan
4.   terjadinya penyalahgunaan barang gadai oleh kreditor pemegang gadai.

2.2    HIPOTIK
A.  Pengertian Hipotik
Pengertian hipotik disebutkan dalam Pasal 1162 KUHPerdata, yaitu: “Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak,  untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan”.[4]
Jadi dapat disimpulkan hipotik adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak (benda tetap), untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya. Hak hipotik ini mirip dengan hak gadai, yaitu sama-sama sebagai hak jaminan kebendaan, sedangkan bedanya, hak gadai merupakan hak jaminan yang dibebankan kepada kebendaan bergerak, dan hak hipotik merupakan hak jaminan yang dibebankan kepada kebendaan tidak bergerak.
B.  Dasar hukum Hipotik
Hak jaminan hipotik dapat ditemukan dalam Buku II KUHPerdata Bab Kedua puluh satu Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232.
C.  Sifat-sifat Hipotik
Sebagai hak kebendaan yang memberi jaminan atas kebendaan tidak bergerak, maka sifat-sifat yang melekat pada jaminan hipotik itu, yaitu sebagai berikut:
1.    Perjanjian hipotik bersifat accesoir pada perjanjian pokok tertentu.
2.    Sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaarheid).
3.    Sifat tetap mengikuti kebendaannya (droit de suite atau zaakgevolg).
4.    Sifat terbuka untuk umum (openbaarheid).
5.    Sifat mengandung pertelaan (specialteit).
6.    Sifat mengenal pertingkatan/peringkat.
7.    Sifat mengandung hak didahulukan (droit de preference).
D.  Subjek dan Objek Hipotik
1.    Subjek hukum dalam jaminan hipotik
Dari ketentuan Pasal 1168 KUHPerdata menetapkan bahwa hipotik tidak dapat diletakkan selainnya oleh siapa yang berkuasa memindah tangankan benda yang dibebani. Jadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1168 KUHPerdata, hipotik hanya dapat diletakkan/dibebankan oleh orang/mereka yang mempunyai kewenangan untuk melakukan memindahtangankan benda yang dibebani dengan jaminan hipotik, baik hal itu ditujukan terhadap debitur maupun penjamin pihak ketiga.
2.    Objek hukum dalam jaminan hipotik
Dari ketentuan Pasal 1164 KUHPerdata, objek hukum dalam hipotik itu adalah kebendaan tidak bergerak (kebendaan tetap).
E.   Cara Mengadakan Hipotik
Cara mengadakan hak hipotik dilakukan dengan suatu akta otentik. Hal ini diatur secara tegas dalam ketentuan Pasal 1171 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa hipotik hanya dapat diberikan dengan suatu akta otentik, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjukkanoleh undang-undang. Artinya pembebanan hipotik dilakukan dengan akta otentik yang merupakan Akta Hipotik.
F.   Cara Hapusnya Hipotik
Hapunya hipotik disebutkan dalam ketentuan Pasal 1209 KUHPerdata. Terdapat tiga cara yang menyebabkan berakhir atau hapusnya hipotik, yang dikarenakan:
1.    Hapusnya perikatan pokok, yaitu hapusnya utang yang dijamin dengan hipotik yang bersangkutan.
2.    Pelepasan hak hipotiknya oleh kreditor Pemegang Hipotik
3.    Penetapan peringkat oleh hakim sehubungan dengan pembersihan benda yang menjadi objek hipotik.
Hipotik terhadap benda tak bergerak, khususnya terhadap tanah sudah dihapus dan diganti dengan hak tanggungan berdasarkan undang-undang No.4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.




[1] Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 263
[2] Suparni, Niniek. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992. Hal 290.
[3] Satrio,J, Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. Hal. 303
[4] Rachmadi Usman, Ibid, hal. 298
DAFTAR PUSTAKA

Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 263
Suparni, Niniek. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992. Hal 290.
Satrio,J, Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. Hal. 303

Tidak ada komentar:

Posting Komentar