Label

Rabu, 01 Oktober 2014

DORONGAN UNTUK MEMILIKI HARTA, FUNGSI HARTA & MANFAAT HARTA



BAB I
PENDAHULUAN
 1.1  Latar Belakang
Dalam menjalankan bisnis, tentunya dilakukan untuk mendapat keuntungan, dan ini dibenarkan dalam Islam. Karena dilakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam hal ini konteks ini hasil yang diperoleh, dimiliki dan dirasakan, memang berupa harta.
Dalam realitas masyarakat di sekitar kita kepemilikan atas harta merupakan standarisasi dalam menentukan kebahagiaan hidup seseorang, harta yang melimpah menunjukkan bahwa ia adalah orang yang berbahagia. Sehingga dengan asumsi tersebut menjadi sebuah alasan mengapa manusia cenderung berlomba-lomba untuk memperbanyak harta kekayaan yang dimiliki, karena keburuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama posisinya dengan kenutuhan hidup manusia terhadap anak dan atau keturunan. Sehingga dengan demikian kebutuhan manusia terhadap harta merupakan kebutuhan yang mendasar, sebagaimana Firman Allah swt dalam QS. Al-Kahfi:46 yang artinya:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia…

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah dorongan untuk memiliki harta?
2.      Bagaimanakah fungsi harta?
3.      Bagaimanakah manfaat harta?
1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan ini adalah:
1.      Mendeskripsikan dorongan untuk memiliki harta.
2.      Mendeskripsikan fungsi harta.
3.      Mendeskripsikan manfaat harta.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Dorongan untuk Memiliki Harta
Islam memandang manusia adalah makluk yang memiliki dorongan-dorongan dan insting-insting social yang merupakan fitrah. Di antara insting itu adalah insting yang menyukai harta benda yang mendorong manusia melakukan usaha, membangun dan merasa ingin abadi. Pengakuan adanya insting ini banyak sekali diungkapkan dala al-Qur’an antara lain, dalam firman Allah SWT:
šcqè=à2ù's?ur y^#uŽI9$# Wxò2r& $tJ©9 ÇÊÒÈ   šcq7ÏtéBur tA$yJø9$# ${7ãm $tJy_ ÇËÉÈ  
“Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), 19. Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan”. 20.
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.[1]
Selain, merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan akhirat.
·         Tentang harta sebagai perhiasan kehidupan dunia, Allah berfirman pada QS. Al-Kahfi:46.
ãA$yJø9$# tbqãZt6ø9$#ur èpuZƒÎ Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ( àM»uŠÉ)»t7ø9$#ur àM»ysÎ=»¢Á9$# îŽöyz yZÏã y7În/u $\/#uqrO îŽöyzur WxtBr& ÇÍÏÈ  
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
·         Tentang harta sebagai cobaan, Allah berfirman pada QS. At-Taghaabun:15.
!$yJ¯RÎ) öNä3ä9ºuqøBr& ö/ä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù 4 ª!$#ur ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã ÇÊÎÈ  
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”.
·         Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman pada QS.Al-Imron:14.
z`Îiƒã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# šÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎŽÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# šÆÏB É=yd©%!$# ÏpžÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 šÏ9ºsŒ ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ  
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[2] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.
·         Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat. Allah berfirman pada QS. Al-Baqarah:262.
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムöNßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# §NèO Ÿw tbqãèÎ7÷Gム!$tB (#qà)xÿRr& $xYtB Iwur ]Œr&   öNçl°; öNèdãô_r& yYÏã öNÎgÎn/u Ÿwur ì$öqyz óOÎgøŠn=tæ Ÿwur öNèd šcqçRtóstƒ ÇËÏËÈ  
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

2.2  Fungsi Harta
Adapun fungsi harta dapat dijelaskan sebagai berikut:[3]
1.      Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk beribadah diperlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, sedekah, dan hibah.
2.      Untuk meningkatkan (ketakwaan) kepada Allah, sebab kefakiran cenderung dekat dengan kekafiran, sehingga pemilik harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
3.      Untuk menuruskan kehidupan dari suatuperiode ke periode berikutnya.
4.      Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
5.      Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa biaya akan terasa sulit.
6.      Untuk memutar peran-peran kehidupan, yakni adanya pembantu dan tuan, adanya orangkaya dan miskin yang saling membutuhkan, sehingga tersusun masyarakat yang harmonis dan kecukupan.
7.      Untuk menumbuhkan silaturrahmi, karena adanya perbedaan dan kebutuhan.
Secara garis besar dalam pemilikan dan penggunaan harta, di samping untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, juga harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain. Inilah di antaranya fungsi sosial dari harta itu, karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ketangan-tangan manusia. Di samping itu, penggunaan harta dalam agama Islam harus senantiasa dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka membantu sesama manusia.[4]
Dalam kaitan inilah Rasulullah saw, menyatakan:
إِنٌ فِى الْمَالِ حَقٌا سِوَى الزٌكَاةَ (رواه الترمذى)
“Bahwa pada setiap harta seseorang itu ada hak (orang lain) selain zakat”. (HR. al-Tirmidzi).

2.3  Pemanfaatan Harta
1.      Memperoleh Harta
Dalam mencari dan memperoleh harta, Amir Syarifuddin[5] menegaskan bahwa Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang berlaku, yaitu halal dan baik. Hal ini bararti islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin. Karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah swt. Disamping itu, dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan, tetapi merupakan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhaan Allah.
Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh manusia bagi menunjang kehidupannya, secara besarnya ada dua bentuk:
a)      Memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapa pun. Bentuk yang jelas dari mendapatkan harta baru sebelum menjadi milik oleh siapapun adalah menghidupkan (mengharap) tanah mati yang belum dimiliki yang disebut ihya al-mawat.
b)      Memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui transaksi. Bentuk ini dipisahkan dari dua cara: Pertama, peralihan harta berlangsung dengan sendirinya atau yang disebut ijbary  yang siapapun tidak dapat merencanakan atau menolaknya seperti melalui warisan. Kedua, peralihan harta berlangsung tisak dengan sendirinya, dalam arti atas kehendak dan keinginan sendiri yang disebut ikhtiyary, baik melalui kehendak sepihak seperti hibah atau pemberian meupun melalui kehendak dan perjanjian timbal balik antara dua atau beberapa pihak seperti jual beli. Kedua cara memperoleh harta ini harus selalu dilakukan dengan prinsip halal dan baik agar pemilikan kekayaan diridhoi Allah swt.[6]
2.      Pemanfaatan Harta
Tujuan utama dari harta itu diciptakan Allah yaitu untuk menunjang manusia. Oleh karena itu, harta itu harus digunakan untuk maksud tersebut. Tentang penggunaan harta, adapun manfaatnya adalah sebagai berikut
a.       Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup sendiri. Penggunaan harta demikian ini dinyatakan dalam firman-Nya pada QS. Al-Mursalat:43.
(#qè=ä. (#qç/uŽõ°$#ur $O«ÿŠÏZyd $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÍÌÈ    
(Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa yang telah kamu kerjakan".
Walaupun yang disebutkan dalam ayat ini hanyalah makan dan minum, namun tentunya yang dimaksud di sini adalah semua kebutuhan hidup, seperti pakaian dan papan (perumahan).
b.      Digunakan untuk memenuhi kewajiban terhadap Allah. Kewajiban kepada Allah itu ada dua macam:
1)      Kewajiban materi yang berkenaan dengan kewajiban agama yang merupakan utang terhadap Allah, seperti membayar zakat, meskipun secara praktis juga digunakan dan dimanfaatkan untuk manusia. Kewajiban dalam bentuk ini dinyatakan dalam firman-Nya pada QS. Al-Baqarah: 267.
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( Ÿwur (#qßJ£Jus? y]ŠÎ7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îŠÏJym ÇËÏÐÈ  
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
2)      Kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga, yaitu istri, anak, dan kerabat. Tentang kewajiban materi untuk istri dan anak dinyatakan dalam firman-Nya pada QS. Al-Baqarah:233.
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 Ÿw §!$ŸÒè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ Ÿwur ׊qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºsŒ 3 ÷bÎ*sù #yŠ#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã 3 ÷bÎ)ur öN?Šur& br& (#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& Ÿxsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sŒÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇËÌÌÈ  
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Adapun kewajiban memberi nafkah untuk kerabat dinyatakan dalam firman-Nya pada QS. Al-Baqarah:215.
štRqè=t«ó¡o #sŒ$tB tbqà)ÏÿZム( ö@è% !$tB OçFø)xÿRr& ô`ÏiB 9Žöyz ÈûøïyÏ9ºuqù=Î=sù tûüÎ/tø%F{$#ur 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡pRùQ$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# 3 $tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9Žöyz ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOŠÎ=tæ ÇËÊÎÈ  
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.
c.       Dimanfaatkan bagi kepentingan sosial. Hal ini dilakukan karena meskipun semua orang dituntut untuk berusaha mencari rezeki  namun yang diberikan Allah tidaklah sama untuk setiap orang. Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya pada QS. Al-Nahl:71.
ª!$#ur Ÿ@žÒsù ö/ä3ŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû É-øÌh9$# 4 $yJsù šúïÏ%©!$# (#qè=ÅeÒèù ÏjŠ!#tÎ/ óOÎgÏ%øÍ 4n?tã $tB ôMx6n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& óOßgsù ÏmŠÏù íä!#uqy 4 ÏpyJ÷èÏZÎ6sùr& «!$# šcrßysøgs ÇÐÊÈ  
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?.
Orang yang mendapat kelebihan rezeki ini dituntut untuk menafkahkan sebagian dari perolehan itu. Sebagaimana firman-Nya pada QS. Al-Munafiqun:10.[7]
(#qà)ÏÿRr&ur `ÏB $¨B Nä3»oYø%yu `ÏiB È@ö6s% br& šÎAù'tƒ ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# tAqà)usù Éb>u Iwöqs9 ûÓÍ_s?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=ƒÌs% šX£¢¹r'sù `ä.r&ur z`ÏiB tûüÅsÎ=»¢Á9$# ÇÊÉÈ  
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
·         Harta merupakan kebutuhan pokok manusia manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqh persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta
·         Secara garis besar dalam pemilikan dan penggunaan harta, di samping untuk kemaslahatan pribadi pemilik harta, juga harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain. Inilah di antaranya fungsi sosial dari harta itu, karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ketangan-tangan manusia. Di samping itu, penggunaan harta dalam agama Islam harus senantiasa dalam pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta, melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka membantu sesama manusia
·         Tujuan utama dari harta itu diciptakan Allah yaitu untuk menunjang manusia. Harta haruslah berguna demi kepentingan sediri, kepentingan sosial dan memperbaiki ibadah.
3.2  Saran
Harta sebagai kebutuhan manusia memang sangat dibutuhkan namun dalam kenyataan saat ini banyak manusia yang matrealistis dan hedonis hanya mementingkan dunia. Hal-hal tersebut agar tidak berlangsung terus-menurus seharusnya kita sebagai manusia yang beragama harus menyerahkan segala urusan kepada-Nya (Allah). Menyerah disini bukan berarti tanpa usaha, melainkan harus melalukan usaha dan selalu berdo’a. ada kata-kata klasik yang harus diingat bahwa “jodoh, maut dan rezeki adalah kehendak-Nya”. Allah sudah mengatur semua, dan dia memberi sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan hambanya.
DAFTAR PUSTAKA

al-Zuhaily, Wahbah. 2001.Ushul al-Fiqh al-Islamy. Damaskus: Dar al-Fikr
Suhendi, Hendi. 2005. Fiqh Muamala. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pertama
Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh. Bogor: Kencana
Rahman Ghazaly, Abdul. dkk. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Predana Media Group


[1] Wahbah al-Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islamy, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2001), juz 2, cet. Ke-2, hlm. 1048.
[2] Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang Termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.
[3] Hendi Suhendi, Fiqh Muamala, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada, 2005), hlm. 27-29
[4] Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2007)hlm.75
[5] Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), cet. Ke-1, hlm. 182.
[6] ibid, hlm 183.
[7] Abdul Rahman Ghazaly dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana Predana Media Group,2010), hlm.31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar